S' L @ m @ t ^ ~ ^ D @ t @ n g

zwani.com myspace graphic comments

Tuesday 3 February 2009

WANITA DAN BUDAYA

1. Pendahuluan
Dilema wanita dalam islam akhir-akhir ini muncul dan menyeruak meramaikan semua media dengan tajam. Tidak saja karena umat islam semakin menyadari pentingnya memahami dan menghidupkan kembali wawasan islam tentang wanita tapi juga karena wanita islam semakin dihadapkan pada benturan budaya islam dengan budaya modern barat. Hal ini memunculkan tanggapan yang terkadang bersifat emosional, apologetic, ideologis dan terkadang terdapat pula yang memberikan pemikiran yang kreatif. Banyaknya pengaruh media yang silih berganti hadir dilayar kaca, maupun di dalam berita Koran mengangkat tentang wanita menjadikan wanita hari ini terperangkap dalam dua kubu yang saling bertentangan. Antara tradisi agama dan budaya barat yang semakin menawarkan berbagai hal menggiurkan. Diantaranya kebebasan yang tidak mengenal batas, dengan melepas segala keterikatan apapun. Wanita barat yang berusaha membebaskan wanita islam dari kekangan agama dan tradisi mensuplay wanita islam dengan yel-yelan emansipasi dan pembebasan terhadap mereka plus persamaan gender dari berbagai hal dengan lelaki. Wanita barat yang beranggapan bahwa keadaan yang dialami oleh wanita islam saat ini berasal dari tradisi dan aturan-aturan yang ada dalam islam itu sendiri.
Telaah utama yang harus senantiasa di lakukan secara terus menerus dari berbagai sumber setidaknya memberikan kita pemandangan baru akan wanita, islam dan kebudayaan yang berlaku saat ini. Menanggapi sesuatu, segala permasalahan dengan bentuk kefanatikan belaka tampa adanya keterbukaan berpikir baik dari kalangan wanita itu sendiri maupun dari agamawan tidak akan membawa faedah apa-apa, dan perubahan kepada masa depan wanita. Itu sama halnya dengan memandang katedral gotik dalam kerangka orang Kristen zaman modern seperti jimmy swaggart atau pat Robertson (dua penginjil yang amat terkenal namun kemudian jatuh secara tidak terhormat dengan segudang skandal di belakangnya).
Hal ini pulalah yang harus kita lihat dalam menyingkapi budaya akan wanita ataupun sebaliknya, dalam kacamata islam. Melihat dari sejarah antropologis maupun teologis tentang wanita dapat kita perbandingkan akan pendapat masyarakat (tradisi dan adat) tentang wanita termasuk segala budaya yang mempengaruhi timbulnya tradisi dan budaya tersebut. Bahaya yang mengelilingi Islam sebagai agama sekarang barangkali lebih besar daripada bahaya yang dihadapi di masa lampau. Paling nyata ialah bahaya yang datang dari kekuatan-kekuatan yang telah meruntuhkan dan mengancam untuk meruntuhkan agama islam. Dorongan dari luar, dari keduniawian, dalam bentuk pembujukan nasionalisme maupun dalam doktrin materialisme ilmiah dan tafsiran ekonomi sejarah telah meninggalkan bekas-bekas pada beberapa bagian masyarakat Islam, dan kini berusaha menyerang wanita islam yang merupakan sendi agama dalam mencetak generasi islam kedepan dengan pemikiran, pandangan dan tawaran kebebasan yang semakin gencar. Seorang professordari Universitas naples, Dr.Laura Vacciea Vaglieri, menuliskan:" Dalam Al-quran, manusia menemukan sumber mata air ilmu pengetahuan dan pemahaman yang tidak ada batas, mustahil karya manusia sefantastis apapun mampu menyamai isi dan kandungan Alquran, sekalipun keberadaan manusia itu sendiri berasal dari segenap kombinasi ilmu pengetahuan. Karena Alquran isi dan kandungan alquran jelas dari ilmu Tuhan saja yang meliputi langit dan bumi"(1).
2. Pengertian budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Kebudayaan sangat erat hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Edward B. Tylor, kebudayaan merupakan keseluruhan yang kompleks, yang di dalamnya terkandung pengetahuan, kepercayaan, kesenian, moral, hukum, adat istiadat, dan kemampuan-kemampuan lain yang didapat seseorang sebagai anggota masyarakat (2).
Dari berbagai definisi tersebut, dapat diperoleh pengertian mengenai kebudayaan yaitu sistem pengetahuan yang meliputi sistem ide atau gagasan yang terdapat dalam pikiran manusia, sehingga dalam kehidupan sehari-hari, kebudayaan itu bersifat abstrak. Sedangkan perwujudan kebudayaan adalah benda-benda yang diciptakan oleh manusia sebagai makhluk yang berbudaya, berupa perilaku dan benda-benda yang bersifat nyata, misalnya pola-pola perilaku, bahasa, peralatan hidup, organisasi sosial, religi, seni, dan lain-lain, yang kesemuanya ditujukan untuk membantu manusia dalam melangsungkan kehidupan bermasyarakat.
3. Sejarah kebudayaan Indonesia
Kebudayaan Indonesia dalam artian sempitnya dapat dikatakan sebagai seluruh kebudayaan Indonesia yang telah ada sebelum terbentuknya negara Indonesia pada tahun 1945. Seluruh keberadaan budaya yang berasal dari beraneka ragam suku,daerah adalah bagian penting kebudayaan indonesia. Kebudayaan indonesia walaupun terdiri dari beraneka ragam,namun pada dasarnya terbentuk dan dipengaruhi oleh kebudayaan besar yang lain seperti kebudayaan china,india dan kebudayaan arab.
Kebudayaan India terutama masuk dari penyebaran agama hindu dan budha,jauh sebelum indonesia merdeka. Kerajaan-kerajaan yang bernafaskan agama hindu dan budha sempat mendominasi nusantara pada abad ke-15,ditandai dengan berdirinya kerajaan tertua nusantara, majapahit, kutai sampai pada ke 15. Kebudayaan cina masuk dan mempengaruhi kebudayaan indonesia melalui interaksi perdagangan yang intensif antara pedagang-pedagang cina dan kerajaan sriwijaya di sumatera. Selain itu banyak pula yang masuk bersama perantau-perantau cina yang datang dari daerah selatan cina dan menetap di nusantara. Mereka menetap dan kawin dengan penduduk setempat sehingga terjadi perpaduan budaya lokal dengan budaya orang cina. Kebudayaan seperti inilah yang kemudian menjadi salah satu akar daripada kebudayaan indonesia,seperti kebudayaan jawa dan betawi. Adapun kebudayaan arab masuk bersama penyebaran agama islam yang dibawa oleh pedagang-pedagang arab yang singgah di nusantara Indonesia dalam perjalan mereka menuju cina (5).Termasuk penyebaran agama yang dilakukan oleh sunan-sunan di daerah jawa.
Usaha untuk mewujudkan rekonsiliasi damai antara agama dan budaya di Negara kita, telah ada sejak lama. Beberapa bukti sejarah diantaranya masjid demak, atap yang berlapis yang diambil dari masa pra Islam (Hindu-Budha). Pada awalnya atap ini terdiri dari 9 sembilan susun yang kemudian oleh sunan kalijaga di jadikan 3 susun. Hal ini melambangkan tahap-tahap penggemblengan seorang muslim, yaitu iman, Islam dan Ihsan.
4. Arti wanita menurut budaya
Wanita atau perempuan adalah sebutan yang digunakan untuk spesies manusia berjenis kelamin betina. Lawan jenis dari wanita adalah pria atau laki-laki. Wanita adalah kata yang umum digunakan untuk menggambarkan perempuan dewasa. Perempuan yang sudah menikah juga biasa dipanggil dengan sebutan ibu, mama, emak dan lain sebagainya. Untuk perempuan yang belum menikah atau berada antara umur 16 hingga 21 tahun disebut juga dengan anak gadis. Perempuan yang memiliki organ reproduksi yang baik akan memiliki kemampuan untuk mengandung, melahirkan dan menyusui. Inilah pengertian wanita dari harfiahnya saja.(6) Sedangkan asal mula kejadian wanita itu sendiri hanya akan disinggung sedikit dari beberapa poin yang menyangkut persamaan wanita didepan pencipta-Nya. Hal ini demi mendekatkan pembahasan ini pada budaya dalam kerangkanya sendiri.
5. Wanita dalam tinjuan antropologis pra islam
Setiap lingkungan memiliki tradisi dan keyakinan yang mengakar di tengah-tengah masyarakat. Tradisi dan keyakinan tersebut dibentuk berdasarkan keinginan dan kebutuhan masyarakat setempat. Oleh karena itu, kajian tentang antropologi merupakan keharusan dalam menilai sejarah secara objektif. Maka tidak lengkap kiranya jika kajian tentang wanita tanpa dilengkapi dengan kajian antropologis yang melatar belakangi adanya pengekangan dan tuntutan kebebasan wanita.
5.1. Wanita Arab
Arab pada abad ke-VI M masih berupa jazirah yang berada di kawasan Timur Tengah. Masyarkat yang berdomisili masih bersifat nomaden. Hal itu dikarenakan kebutuhan akan bahan makanan dan minuman yang menjadi kebutuhan pokok dalam melangsungkan kehidupan, sehingga apabila persediaan makanan telah habis maka mereka harus mencari tempat lain yang masih menyediakan kebutuhan bahan pokok tersebut. Kehidupan nomaden menjadikan watak dan sifat bangsa Arab keras dan kasar. Suasana itulah yang pada akhirnya menjadikan orang-orang Arab lebih bangga memiliki anak laki-laki dari pada wanita. Hak waris hanya diberikan kepada laki-laki, sementara wanita hanya menerima caci-maki yang tidak manusiawi.
Orang Arab Amat suka mempunyai anak laki-laki. Doa mereka diwaktu kawin ialah : "Bir rifai wal banin".(moga-moga sesuai, dan banyak anak laki-laki) Dan adalah suatu hal yang jelas bahwa putra yang laki-laki itulah yang menjadi saka guru dan tiang keluarga. Ada suatu kebiasaan yang tidak baik, yang terkadang diderita oleh wanita Arab, yaitu istri dari ayah biasanya diwarisi (dikawini oleh anaknya) seperti mewarisi harta benda. Perkawinan semacam ini mereka namai "Zawaju’l maqt" (kawin marah) (7).
Hal ini dapat di telaah dan di teliti, dikenali dengan jelas dari beberapa ayat dalam Alquran yang menyangkut pengecaman dan pengutukan atas praktek-praktek Arab Jahiliah berkenaan dengan wanita: (1) Masalah wa'd-u 'l-banat (pembunuhan bayi perempuan). Praktek yang amat keji ini timbul pada orang orang Jahiliah karena pandangan mereka yang amat rendah kepada kaum wanita, sehingga lahirnya seorang bayi perempuan dianggap akan membawa beban aib kepada keluarga. Kitab Suci mengutuknya melalui firman dalam Q, 81:8-9 (8), berupa gambaran tentang pertanggungan jawab yang amat besar pada hari kiamat, dan dalam Q, 16 : 58-59( 9), berupa gambaran dalam nada kutukan tentang sikap orang Arab Jahiliah yang merasa tercela karena lahirnya jabang bayi perempuan. (2) Masalah al-'a-l (yaitu adat menghalangi atau melarang wanita dari nikah setelah talak, sengaja untuk mempersulit hidupnya. Larangan ini ada dalam Q, 2:232 (10), yang terjemahnya demikian: "Dan jika kamu menalak wanita, kemudian telah tiba saat (idah) mereka, maka janganlah kamu menghalangi mereka untuk nikah dengan (calon-calon) suami mereka jika terdapat saling suka antara mereka dengan cara yang baik. Demikianlah dinasehatkan kepada orang dari kalangan kamu yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan itulah yang lebih suci bagi kamu serta lebih bersih. Allah mengetahui, dan kamu tidak mengetahui." (3) Masalah al-qisamah, suatu kebiasaan buruk yang cukup aneh di kalangan orang Arab Jahiliah, berupa larangan kepada kaum wanita dalam keadaan tertentu untuk meminum susu binatang seperti kambing, onta, dan lain-lain, sementara kaum pria diperbolehkan. Penyebutan disertai pengutukan tentang kebiasaan ini ada dalam Q, 6:139(11), yang terjemahnya adalah demikian: "Mereka (orang Arab Jahiliah) berkata, 'Apa yang ada dalam perut ternak ini melulu hanya untuk kaum pria kita, dan terlarang untuk isteri-isteri kita.' Tetapi kalau (bayi binatang itu) mati, maka mereka (pria-wanita) sama-sama mendapat bagian. Dia (Allah) akan mengganjar (dengan azab) pandangan mereka itu, dan sesungguhnya Dia Maha Bijak dan Maha Tahu." (4) Masalah al-zhihar, suatu kebiasaan buruk yang juga cukup aneh pada orang Arab Jahiliah, berupa pernyataan seorang lelaki kepada isterinya bahwa isterinya itu baginya seperti punggung (zhahr) ibunya, sehingga terlarang bagi mereka untuk melakukan hubungan suami-isteri, sebagaimana terlarangnya seseorang untuk berbuat hal itu kepada ibunya sendiri. Kutukan terhadap praktek aneh yang menyiksa wanita ini ada dalam Q, 58:1-3 (12) . (5) Masalah al-ila', yaitu kebiasaan sumpah seorang suami untuk tidak bergaul dengan isterinya, sebagai hukuman kepadanya. Pada orang Arab Jahiliah sumpah itu tanpa batas waktu tertentu, dan dapat berlangsung sampai setahun atau dua tahun. Kitab Suci membolehkan sumpah serupa itu jika memang diperlukan, tapi hanya sampai batas waktu empat bulan, atau talak. Sumpah tidak bergaul dengan isteri lebih dari empat bulan tanpa menceraikannya adalah tindakan penyiksaan dan perendahan derajat kaum wanita. Larangan atas praktek ini ada dalam surat al-Baqarah/2:226-227(13).
5.2. Wanita Yunani
Perempuan dalam masyarakat Yunani berada pada titik terendah. Mereka dikucilkan masyarakat dan tinggal di rumah sebagai hiasan. Tugas mereka adalah melahirkan anak dengan posisi tidak lebih dari seorang pembantu dan tak memiliki hak waris.
Di kalangan masyarakat Yunani, yang dikenal dengan pemikiran-pemikiran filsafatnya, wanita di kalangan elit ditempatkan (disekap) dalam istana-istana dengan penjagaan ketat. Sementara di kalangan bawah lebih menyedihkan lagi. Mereka diperjualbelikan, sedangkan yang berumah tangga sepenuhnya berada di bawah kekuasaan suaminya. Mereka tidak memiliki hak-hak sipil, bahkan hak waris pun tidak ada. Pada puncak peradaban Yunani, wanita diberi kebebasan sedemikian rupa untuk memenuhi kebutuhan dan selera lelaki. Hubungan seksual yang bebas tidak dianggap melanggar kesopanan; tempat-tempat pelacuran menjadi pusat-pusat kegiatan politik dan sastra/seni. Patung-patung wanita telanjang di negara-negara Barat adalah bukti atau sisa pandangan ini dari pada peradaban ini. Hal ini dapat kita lihat dengan jelas dijalan-jalan,tempat-tempat seni seperti teater,dan temapt pertunjukan budatya yunani lainnya.
5.3. Wanita Romawi
Dalam masyarakat Romawi, laki-laki adalah segalanya dan perempuan sama sekali tak dianggap sebagai manusia. Jika dinikahi seorang pria, perempuan masuk ke dalam perintahnya dan memiliki status hukum seperti anaknya. Wanita tak lagi memiliki hubungan dengan keluarganya. Suami berhak mengadili dan menghukumnya, jika dituduh berbuat kriminal. Bahkan, suami punya hak untuk membunuhnya.
Dalam peradaban Romawi, wanita sepenuhnya berada di bawah kekuasaan ayahnya. Setelah kawin, kekuasaan tersebut pindah ke tangan sang suami. Kekuasaan itu mencakup kewenangan menjual, mengusir, menganiaya, dan membunuh. Keadaan tersebut berlangsung terus sampai abad ke-6 Masehi. Segala hasil usaha wanita, menjadi hak milik keluarganya yang laki-laki. Pada zaman kaisar Constantine terjadi perubahan yaitu dengan diperlakukannya peraturan perundang-undangan,yang membahas hak pemilikan terbatas bagi wanita, dengan catatan bahwa setiap transaksi harus disetujui oleh keluarga atas wewenang suami.
5.4. Wanita Mesir
Wanita mesir, memiliki penghormatan yang luar biasa. Wanita memiliki hak veto dalam menentukan segala kepemilikannya,bahkan dalam memimpin pasukan. Kisah Cleopatra, Arlena Cawis, Nefertiti, menjadi bukti sejarah bahwa wanita di Mesir memiliki kekuatan dan kemampuan untuk memimpin pasukan atau kerajaan. Tercatat dalam sejarah, peristiwa Fir’aun dan bala tentaranya yang tenggelam ketika melakukan pengejaran terhadap nabi Musa dan bani israel dalam menyeberangi lautan. Peristiwa itu menyebabkan keberadaan wanita Mesir lebih banyak dan mayoritas besar dibanding laki-laki. sehingga pada waktu itu laki-laki memanggil kaum wanita dengan sebutan sitti (sayyidatÄ©). Bahkan wanita diagungkan dengan menyembah kepadanya. Sebagai penghormatan terhadap mereka (14).
5.5. Wanita cina
Peradaban Hindu dan Cina tidak lebih baik dari peradaban-peradaban Yunani dan Romawi. Hak hidup seorang wanita yang bersuami harus berakhir pada saat kematian suaminya; istri harus dibakar hidup-hidup pada saat mayat suaminya dibakar. Ini baru berakhir pada abad ke-17 M. Wanita pada masyarakat Hindu ketika itu sering dijadikan sesajen bagi apa yang mereka namakan dewa-dewa. Petuah sejarah kuno mereka mengatakan bahwa “Racun, ular, dan api tidak lebih jahat daripada wanita”. Sementara dalam petuah Cina kuno diajarkan “Anda boleh mendengar pembicaraan wanita tetapi sama sekali jangan mempercayai kebenarannya”.
Masih teringat dengan jelas dibenak saya ketika membaca peradaban wanita dinegara India. Bahwa seorang remaja putri berumur 10 tahun dikawinkan oleh orangtuanya dengan seorang kakek yang hampir menginjak usia 60 tahun. Dimasyarakat India pada zaman itu adalah hal biasa apabila seorang perempuan kawin dalam usia dini seperti remaja tersebut. Baru 6 bulan berjalan perkawinan keduanya, sang kakek meninggal dunia. Dan untuk menunjukkan kecintaan sang istri yang masih berumur 10 tahun 6 bulan itu, ia pun harus dibakar hidup-hidup bersama mayat sang suami yang terbujur diatas kayu pembakaran. Sungguh peradaban yang tragis dalam menilai sebuah kesetiaan. (bersambung)
Referensi :
Mujtaba lari, prof. western civilization through Moslem eyes, Qum Iran 1993. Hal. 51
Gamble, Teri and Michael. Communication works. Seventh edition.
Ibid.
Ibid.
Selo Soemardjan. Sejarah kebudayaan Indonesia. Hal.36
Budaya, Wikipedia. Indonesia.
Quraish syihab, Wawasan Al-quran, mizan 2001.
Lihat Al-quran Surat al-takwir/81 : 8-9
Lihat Al-quran Nahl/16:58-59
Lihat Al-quran Surat al-Baqarah/2:232,
11. Lihat al-quran Surat al-An'am/6:139
12. Lihat Al-quran Surat al-Mujadalah/58:1-3.
Lihat al-quranSurat al-Baqarah/2 : 226-227.
Lihat Dr. Abu Sarie Muhammad Abdul Hadi, Wa 'Asyiruhunna bil Ma'ruf, Maktabah at-Turats al-Islami, Kairo, cet. pertama, tahun 1988, hlm. 4-8).

0 comments:

Post a Comment